LAPORAN KELOMPOK PRAKTIKUM
ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA
“KONSENTRASI SEL DARAH MERAH PADA
MANUSIA, KATAK DAN IKAN”
KELOMPOK/GELOMBANG
: IV/I
KELAS
: I C
ANGGOTA
:
·
DINA MERLINA (1504015115)
·
CANDRA DWI OKTAVIANI (1504015070)
·
LUH PUTU DARMA PAWITRI (1504015213)
·
ADE RAHMA KARENIA (1504015003)
DOSEN
PEMBIMBING :
SISKA.
M.Farm, Apt
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR.
HAMKA
24 NOVEMBER 2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi
utamanya adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh
tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat
sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang
bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Hormon-hormon dari
sistem endokrin juga diedarkan melalui darah. Darah terdiri
atas dua komponen utama yaitu plasma darah yang merupakan bagian cair darah
yang sebagian besar terdiri atas air, elektrolit dan protein darah,
sedangkankan butir darah terdiri atas eritrosit, leukosit dan trombosit.
Komponen
penyusun darah ada 2 yaitu bagian yaitu :
1. Plasma darah, mempunyai fungsi pengangkut gas dan sari
makanan disamping itu plasma darah juga mengandung fibrinogen yang berfungsi
dalam pembekuan darah.
2. Sel darah, adalah merupakan 45 % volume darah. Sel
darah terdiri atas sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan
keping darah (trombosit).
Plasma darah merupakan bagian yang cair dari darah
yang mempunyai atau terdiri dari air ( 91-92%), protein 8-9%, substansi lain
selain protein seperti garam amonium urea, asam urat kreatinin, kreatin, asam
amino, santin, dan hiposantin. Darah beredar dalam pembuluh darah
arteri,vena,dan kapiler. Sel darah merah merupakan sel yang paling banyak
dibandingkan dengan 2 sel lainnya, dalam keadaan normal mencapai hampir separuh
dari volume darah. Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan sel
darah merah membawa oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh
jaringan tubuh. Oksigen dipakai untuk membentuk energi bagi sel-sel, dengan
bahan limbah berupa karbon dioksida, yang akan diangkut oleh sel darah merah
dari jaringan dan kembali ke paru-paru.
B.
Tujuan paktikum
Adapun tujuan dari
praktikum ini, yaitu :
1. Untuk
mengetahui bentuk sel eritrosit
2. Dapat
membedakan sel eritrosit manusia dan hewan
3. Mengetahui
larutan yang cocok terhadap tubuh manusia
4. Mengetahui
perbedaan larutan isotonis, hiptonis dan hipertonis
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Struktur
sel darah merah
1. Sel
darah pada manusia
Eritrosit
merupakan bagian utama dari sel-sel darah. Setiap milliliter darah mengandung
rata-rata sekitar 5 miliar eritrosit (sel darah merah),yang secara klinis
sering dilaporkan dalam hitung sel darah merah sebagai 5 juta per millimeter
kubik (mm3).
Sel darah merah memiliki struktur yang jauh lebih sederhana dibandingkan
kebanyakan sel pada manusia. Pada hakikatnya, sel darah merah merupakan suatu
membran yang membungkus larutan hemoglobin (protein ini membentuk sekitar 95%
protein intrasel sel darah merah), dan tidak memiliki organel sel, misalnya
mitokondria, lisosom atau aparatus Golgi.
Sel
darah manusia, seperti sebagian sel darah merah pada hewan, tidak
berinti.Namun, sel darah merah tidak inert secara metabolis. Melalui proses
glikolisis, sel darah merah membentuk ATP yang berperan penting dalam proses
untuk memperthankan bentuknya yang bikonkaf dan juga dalam pengaturan transpor
ion (mis. oleh Na+-K+ ATPase dan protein penukar anion serta pengaturan air
keluar-masuk sel. Bentuk bikonkaf ini menigkatkan rasio
permukaan-terhadap-volume sel darah merah sehingga mempermudah pertukaran gas.
Sel darah merah mengandung komponen sitoskeletal yang berperan penting dalam
menentukan bentuknya.
2. Sel
darah merah pada katak
Sel
darah pada katak mempunyai bentuk eritrosit yang lonjong dengan inti di
tengahnya, konsentrasi sel darah lebih encer dan termasuk poikiloterm. Pada
katak peredaran darahnya cukup unik. Karena katak mempunyai 3 ruang jantung,
yaitu: atrium kiri, atrium kanan, dan ventrikel. Darah vena dari seluruh tubuh
mengalir masuk ke sinus venosus dan kemudian mengalir menuju ke atrium kanan. Dari
atrium kanan darh darah mengalir ke ventrikel yang kemudian di pompa keluar
melalui arteri pulmonalis → raru-paru → vena pulmonalis → atrium kiri.
Lintasan peredaran darah ini disebut juga
peredaran darah paru-paru. Selain peredaran darah paru-paru, katak juga
mempunyai sistem peredaran darah sistemik yang peredarannya adalah dimulai dari
ventrikel → conus arteriosus → aorta ventralis seluruh tubuh → sinus venosus →
atrium kanan.
3. Sel
darah merah pada ikan
Pada
ikan eritrositnya berbentuk oval.Ruang jantung terdiri dari 2 ruang yaitu, satu
atrium dan ventrikel.Antara atrium dan ventrikel terdapat katup yang berfungsi
mengalirkan darah ke satu arah. Darah dari seluruh tubuh mengalir dari sinus
venosus dan kemudian masuk ke atrium. Dari atrium darah mengalir ke ventrikel →
conus arteriosus → aorta ventralis → insang → ke seluruh tubuh → vena cava →
sinus venosus.
B.
Konsentrasi
Sel Darah
Sel-sel
darah akan membengkak dan pecah bila dimasukkan ke dalam larutan hipotonis dan
akan mengkerut bila dimasukkan kedalam cairan hipertonis. Sedangkan dalam
larutan isotonis sel-sel darah tidak mengalami perubahan apapun. Pada larutan
isotonis NaCl 0,9% darah akan tetap stabil dan bentuk yang sama seperti semula.
Karena larutan isotinis memiliki komposisi yang sama dengan cairan tubuh.
Pada
larutan hipotonis 0,65% sel darah akan membengkak, yang disebabkan oleh
turunnya tekanan osmotik darah yang menyebabkan pecahnya dinding eritrosit. Hal
ini menyebabkan masuknya air secara osmosis melalui dinding yang semipermiabel
sehingga sel darah membengkak.
C.
Kegunaan
Dalam Bidang Kefarmasian
Dalam pembuatan sediaan
parenteral harus mempunyai syarat antara lain :
1. Sesuai
antara kandungan bahan obat yang ada di dalam sediaan dengan pernyataan
tertulis pada etiket dan tidak terjadi pengurangan kualitas selama penyimpanan
akibat perusakan obat secara kimiawi dan lain sebagainya.
2. Penggunaan
wadah yang cocok, sehingga tidak hanya memungkinkan sediaan tetap steril,
tetapi juga mencegah terjadinya interaksi antara bahan obat dan material dinding
wadah.
3. Tersatukan
tanpa terjadi reaksi
4. Bebas
kuman
5. Bebas
pirogen
6. Isotonis
7. Isohidris
8. Bebas
partikel melayang
Sediaan parenteral volume besar umumnya
diberikan lewat infus intravena untuk menambah cairan tubuh, elektrolit, atau
untuk memberi nutrisi. Infus intravena adalah sediaan parenteral dengan volume
besar yang ditujukan untuk intravena. Pada umumnya cairan infus intravena
digunakan untuk pengganti cairan tubuh dan memberikan nutrisi tambahan, untuk
mempertahankan fungsi normal tubuh pasien rawat inap yang membutuhkan asupan
kalori yang cukup selama masa penyembuhan atau setelah operasi. Selain itu ada
pula kegunaan lainnya yakni sebagai pembawa obat-obat lain. Cairan infus
intravena dikemas dalam bentuk dosis tunggal, dalam wadah plastik atau gelas,
steril, bebas pirogen serta bebas partikel-partikel lain. Oleh karena volumenya
yang besar, pengawet tidak pernah digunakan dalam infus intravena untuk
menghindari toksisitas yang mungkin disebabkan oleh pengawet itu sendiri. Cairan
infus intravena biasanya mengandung zat-zat seperti asam amino, dekstrosa,
elektrolit dan vitamin. Walaupun cairan infus intravena yang diinginkan adalah
larutan yang isotonis untuk meminimalisasi trauma pada pembuluh darah, namun
cairan hipotonis maupun hipertonis dapat digunakan.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
A.
Waktu
dan Tempat
Praktikum
dilakukan di laboratorium Anatomi dan Fisiologi Manusia gedung Fakultas Farmasi
dan Sains Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, pada tanggal 24 November
2015 pukul 08.00-10.30 wib.
B.
Alat
dan bahan Praktikum
1. Sampel
a. Darah
Manusia
b. Darah
Katak
c. Darah
Ikan
2. Alat
a. Lancet
b. Kapas
c. Objek
glass
d. Deglass
e. Cuter
f. Miskroskop
3. Bahan
a. Larutan
NaCl 0,1%
b. Larutan
NaCl 0,65%
c. Larutan
NaCl 0,9%
d. Larutan
NaCl 2%
e. Alkohol
70%
C.
Prosedur
Praktikum
1. Siapkan
alat yang akan digunakan
2. Siapkan
sukarelawan yang akan diambil darahnya
3. Sterilkan
jari yang telah diberi alkohol 70%
4. Tusukkan
jari menggunakan lancet hingga mengeluarkan darah
5. Pada
katak bedah bagian paha katak hingga mengeluarkan darah
6. Pada
ikan bedah bagian insang ikan mas hingga mengeluarkan darah
7. Teteskan
darah manusia, katak dan ikan pada 4 objek glass berbeda lalu masing-masing
tetesi dengan larutan NaCl dengan konsentrasi 0,1%; 0,65%; 0,9%; 2%.
8. Tutup
objek glass dengan deglass
9. Masing-masing
objek di amati dibawah mikroskop
10. Lakukan
hal yang sama untuk darah katak dan ikan
11. Amati
bentuknya dan catat hasilnya.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
No
|
Sel Darah
|
NaCl 0,1%
|
NaCl 0,65%
|
NaCl 0,9%
|
NaCl 2%
|
1.
|
Manusia
|
Lisis
|
Hampir
Lisis
|
Bikonkaf
|
Mengkerut
|
2.
|
Katak
|
Lisis
|
Lonjong-lisis
|
Lonjong
|
Mengkerut
|
3.
|
Ikan
|
Lisis
|
Lonjong-lisis
|
Bulat
Oval
|
Mengkerut
|
B.
Pembahasan
Dari tabel diatas kita
dapat mengetahui perbedaan struktur sel darah manusia, katak dan ikan antara
lain adalah :
1. Sel
darah merah manusia
Sel darah merah manusia merupakan sel yang paling
banyak dibandingkan dengan 2 sel lainnya, dalam keadaan normal mencapai hampir
separuh dari volume darah. Sel darah merah mengandung
hemoglobin, yang memungkinkan sel darah merah membawa oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke
seluruh jaringan tubuh.
Oksigen dipakai untuk
membentuk energi bagi sel-sel, dengan bahan limbah berupa karbon dioksida, yang
akan diangkut oleh sel darah merah dari jaringan dan kembali ke paru-paru. Eritrosit pada manusia berbentuk
lempeng bikonkaf, yang merupakan sel gepeng berbentuk piringan yang dibagian
tengah dikedua sisinya mencekung, seperti sebuah donat dengan bagian tengah
mengepeng bukan berlubang dengan diameter 8 μm, tepi luar tebalnya 2 μm dan
bagian tengah 1 μm. Sel darah merah berbentuk bikonkaf agar mempunyai luas
permukaan yang lebih besar, sehingga sel tersebut lebih mudah dalam melakukan
transportasi antar sel.
Warna eritrosit
kekuning-kuningan dan dapat berwarna merah karena dalam sitoplasmanya terdapat
pigmen warna merah berupa hemoglobin. seperti sel-sel lain sel darah manusia
mempunyai inti namun dalam perkembangannya pada sumsum tulang , sel terisi oleh
hemoglobin dan inti sel menyusut dan kemudian lenyap. Akibatnya, sel darah
merah dewasa, tidak mempunyai inti sel. Sel-sel darah merah dapat hidup sampai
120 hari.
2. Sel
darah merah katak dan ikan
Sel darah pada katak
mempunyai bentuk eritrosit yang lonjong dengan inti di tengahnya, konsentrasi
sel darah lebih encer dan termasuk poikiloterm. Pada katak peredaran darahnya
cukup unik. Karena katak mempunyai 3 ruang jantung, yaitu: atrium kiri, atrium
kanan, dan ventrikel. Darah vena dari seluruh tubuh mengalir masuk ke sinus
venosus dan kemudian mengalir menuju ke atrium kanan. Dari atrium kanan darah
mengalir ke ventrikel yang kemudian di pompa keluar melalui arteri pulmonalis →
raru-paru → vena pulmonalis → atrium kiri.
Lintasan peredaran
darah ini disebut juga peredaran darah paru-paru. Selain peredaran darah
paru-paru, katak juga mempunyai sistem peredaran darah sistemik yang
peredarannya adalah dimulai dari ventrikel → conus arteriosus → aorta ventralis
seluruh tubuh → sinus venosus → atrium kanan.
Pada ikan ruang jantung terdiri dari 2 ruang yaitu, satu atrium dan
ventrikel. Antara atrium dan ventrikel terdapat katup yang berfungsi
mengalirkan darah ke satu arah. Darah dari seluruh tubuh mengalir dari sinus
venosus dan kemudian masuk ke atrium. Dari atrium darah mengalir ke ventrikel →
conus arteriosus → aorta ventralis → insang → ke seluruh tubuh → vena cava →
sinus venosus.
3. Konsentrasi
Sel Darah
Sel-sel darah akan
membengkak dan pecah bila dimasukkan ke dalam larutan hipotonis dan akan
mengkerut bila dimasukkan kedalam cairan hipertonis. Sedangkan dalam larutan
isotonis sel-sel darah tidak mengalami perubahan apapun. Pada larutan isotonis
NaCl 0,9%, darah akan tetap stabil dan bentuk yang sama seperti biasa karna
larutan isotonis mempunyai komposisi yang sama dengan cairan tubuh. Pada
larutan hipotonis 0,65%, sel darah akan membengkak, yang di sebabkan oleh
turunnya tekanan osmotik plasma darah yang menyebabkan pecahnya dinding
eritrosit, hal ini mnyebabkan amsuknya air secara osmosis melalui dinding yang
semipermiabel sehingga sel darah membengkak.
Pada larutan
hipertonis 0,85%, sel darah akan mengkerut. Kerutan yang terjadi pada darah ini
dikarenakan NaCl dengan konsentrasi 1, 2 tergolong pekat. Tergolong pekat jika
dibanding dengan cairan isi sel darah merah, sehingga menyebabkan air yang ada
didalam sel darah merah akan banyak keluar dan akibatnya sel darah merah akan
mengkerut. Pada konsentrasi 1 % sel darah katak (eritrositnya) memang
benar-benar sudah mengkerut dan sudah nampak agak mengecil, demiian juga halnya
dengan eritrosit ikan. Pada manusia darah pada dengan diberi larutan NaCl dalam
konsntrasi ini juga mengalami pengkerutan atau krenasi. Pada konsentrasi 0, 9%
sel darah merah pada objek yang diamati secara umum normal, bentuknya bikonkaf.
Pada vertebrata
eritrositnya ada yang berinti dan berbentuk ellipsoid. Darah manusia dan darah
hewan lain terdiri atas suatu komponen cair, yaitu plasma, dan berbagai bentuk
unsur yang dibawa dalam plasma, antara lain sel darah merah (eritrosit), sel
darah putih (leukosit) dan keping-keping darah. Plasma
terdiri atas 90% air, 7 sampai 8% protein yang dapat larut, 1% elektrolit dan
sisanya 1-2% berbagai zat makanan dan mineral yang lain. Darah dapat mengalami
lisis yang merupakan istilah umum untuk untuk peristiwa menggelembung dan
pecahnya sel akibat masuknya sel kedalam air. Lisis pada eritrosit disebut
hemolisis, yang berarti peristiwa pecahnya eritrosit akibat masuknya air
kedalam eritrosit sehingga hemoglobin keluar dari dalam eritrosit menuju ke
cairan sekelilingnya.
Membrane eritrosit
bersifat permeable selektif yang berarti dapat ditembus oleh air dan zat-zat
tertentu, tetapi tidak dapat ditembus oleh zat-zat tertentu yang lain
Kerusakan membran eritrosit dapat disebabkan oleh antara lain penambahan larutan hipotonis, hipertonis kedalam darah, penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat/unsur kimia tertentu, pemanasan dan pendinginan, rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah dll. Apabila medium di sekitar eritrosit menjadi hipotonis (karena penambahan larutan NaCl hipotonis) medium tersebut (plasma dan lrt. NaCl) akan masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang bersifat semipermiabel dan menyebabkan sel eritrosit menggembung. Bila membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel akan pecah, akibatnya hemoglobin akan bebas ke dalam medium sekelilingnya. Sebaliknya bila eritrosit berada pada medium yang hipertonis, maka cairan eritrosit akan keluar menuju ke medium luar eritrosit (plasma), akibatnya eritrosit akan keriput (krenasi). Keriput ini dapat dikembalikan dengan cara menambahkan cairan isotonis ke dalam medium luar eritrosit (plasma).
Kerusakan membran eritrosit dapat disebabkan oleh antara lain penambahan larutan hipotonis, hipertonis kedalam darah, penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat/unsur kimia tertentu, pemanasan dan pendinginan, rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah dll. Apabila medium di sekitar eritrosit menjadi hipotonis (karena penambahan larutan NaCl hipotonis) medium tersebut (plasma dan lrt. NaCl) akan masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang bersifat semipermiabel dan menyebabkan sel eritrosit menggembung. Bila membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel akan pecah, akibatnya hemoglobin akan bebas ke dalam medium sekelilingnya. Sebaliknya bila eritrosit berada pada medium yang hipertonis, maka cairan eritrosit akan keluar menuju ke medium luar eritrosit (plasma), akibatnya eritrosit akan keriput (krenasi). Keriput ini dapat dikembalikan dengan cara menambahkan cairan isotonis ke dalam medium luar eritrosit (plasma).
Berdasarkan
penelitian isi sel eritrosit hewan homoitherm isotonis terhadap larutan 0,9%
NaCl, oleh karena itu hemolisis akan terjadi apabila eritrosit hewan Homoitherm
dimasukkan kedalam larutan NaCl dengan konsentrasi dibawah 0,9%. Namun, perlu
diketahui bahwa membrane eritrosit memiliki toleransi osmotic, artinya sampai
batas konsentrasi medium tertentu sel belum mengalami lisis. Kadang-kadang pada
suatu konsentrasi larutan tertentu tidak semua eritrosit mengalami hemolisis.
Hal ini menunjukkan bahwa toleransi osmotis membrane eritrosit berbeda-beda.
Pada eritrosit tua membrane selnya memiliki toleransi rendah (mudah pecah)
sedangkan membrane eritrosit muda memiliki toleransi osmotik, osmotic yang
lebih besar (tidak mudah pecah).
Pada dasarnya
eritrosit sudah mengalami hemolisis sempurna pada air suling. Hasil hemolisis
sempurna eritrosit pada air suling biasa dianggap larutan standard untuk menentukan
tingkat kerapuhan eritrosit. Hemolisis seperti yang dijelaskan diatas disebut
hemolisis osmotic, yaitu hemolisis yang disebabkan oleh perbedaan tekanan
osmotic isi sel dengan mediumnya (cairan disekitarnya). Hemolisis yang lain
adalah hemolisis kimiawi, dimana membrane eritrosit rusak akibat substansi
kimia. Zat-zat yang dapat merusak membrane eritrosit (termasuk membrane sel
yang lain) antara lain adalah: kloroform, asseton, alcohol, benzene dan eter.
Peristiwa sebaliknya
ialah krenasi, yang dapat terjadi apabila eritrosit dimasukkan ke dalam medium
yang hipertonis terhadap isi eritrosit. Misalnya, untuk eritrosit hewan
homoitherm adalah larutan NaCl yang lebih pekat dari 0,9% sedangkan untuk
eritrosit hewan poikilotherm adalah larutan NaCl yang lebih pekat dari 0,7%. Apabila
eritrosit mengalami hemolisis maka hemoglobin akan larut dalam mediumnya.
Akibat dari terlarutnya hemoglobin tersebut medium akan berwarna merah. Makin
banyak eritrosit yang mengalami hemolisis, maka makin merah warna mediumnya.
Dengan membandingkan warna mediumnya. Dengan membandingkan warna mediumnya
dengan larutan standar (eritrosit dalam air suling) maka dapat ditentukan
tingkat kerapuhan membrane eritrosit (tingkat toleransi osmotic membran).
Osmosis memainkan
peranan yang sangat penting pada tubuh makhluk hidup, misalnya, pada membran
sel darah merah saat mengalami peristiwa hemolisis dan krenasi. Kerusakan membran
eritrosit dapat disebabkan oleh antara lain penambahan larutan hipotonis atau
hipertonis ke dalam darah, penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat
atau unsur kimia tertentu, pemanasan atau pendinginan, serta rapuh karena umur
eritrosit dalam sirkulasi darah telah tua. Apabila medium di sekitar eritrosit
menjadi hipotonis (karena penambahan larutan NaCl hipotonis), medium tersebut
(plasma dan larutan) akan masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang
bersifat semipermiabel dan menyebabkan sel eritrosit menggembung. Bila membran
tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu sendiri,
maka sel akan pecah.
Lisis merupakan
istilah umum untuk peristiwa menggelembung dan pecahnya sel akibat masuknya air
ke dalam sel. Lisis pada eritrosit disebut hemolisis, yang berarti peristiwa
pecahnya eritrosit akibat masuknya air ke dalam eritrosit sehingga hemoglobin
keluar dari dalam eritrosit menuju ke cairan sekelilingnya. Membran eritrosit
bersifat permeabel selektif, yang berarti dapat ditembus oleh air dan zat-zat
tertentu, tetapi tidak dapat ditembus oleh zat-zat tertentu yang lain.
Hemolisis ini akan terjadi apabila eritrosit dimasukkan ke dalam medium yang
hipotonis terhadap isi sel eritrosit. Namun perlu diketahui bahwa membran eritrosit
(termasuk membran sel yang lain) memiliki toleransi osmotik, artinya sampai
batas konsentrasi medium tertentu sel belum mengalami lisis.
Kadang-kadang pada
suatu konsentrasi larutan NaCl tertentu tidak semua eritrosit mengalami
hemolisis. Hal ini menunjukkan bahwa toleransi osmotis membran eritrosit
berbeda-beda. Pada eritrosit tua membran selnya memiliki toleransi rendah
(mudah pecah), sedangkan membran eritrosit muda memiliki toleransi osmotik yang
lebih besar (tidak mudah pecah). Pada dasarnya semua eritrosit sudah mengalami
hemolisis sempurna pada air suling. Hasil hemolisis sempurna eritrosit dalam
air suling biasa dianggap sebagai larutan standar untuk menentukan tingkat
kerapuhan eritrosit.
Hemolisis yang
disebabkan oleh perbedaan tekanan osmotic isi sel dengan mediumnya (cairan di
sekitarnya) disebut hemolisis osmotik. Hemolisis yang lain adalah hemolisis
kimiawi dimana medium eritrosit rusak akibat subtansi kimia. Zat-zat yang dapat
merusak membran eritrosit (termasuk membran sel yang lain) antara lain
kloroform, aseton, alcohol, benzena, dan eter. Peristiwa sebaliknya dari
hemolisis adalah krenasi, yaitu peristiwa mengkerutnya membran sel akibat
keluarnya air dari dalam eritrosit. Krenasi dapat terjadi apabila eritrosit
dimasukkan ke dalam medium yang hipertonis terhadap isi eritrosit, misalnya
untuk eritrosit hewan homoioterm adalah larutan NaCl yang lebih pekat dari 0,9
% NaCl, sedangkan untuk eritrosit hewan poikiloterm adalah larutan NaCl yang
lebih pekat dari 0,7 %.
Pada pengamatan
toleransi osmotik eritrosit digunakan larutan NaCl yang berbeda konsentrasi
yaitu 0,1%, 0,3%, 0,5%, 0,7%, 0,9%, 1%, 2%, 3% dan aquades. Pengamatan
toleransi osmotik eritrosit dilakukan untuk mengetahui reaksi eritrosit setelah
ditambah larutan NaCl dengan konsentrasi tertentu dan akuades sehingga dapat
diamati adanya eritrosit yang mengalami hemolisis atau krenasi. Pada
konsentrasi NaCl 0,7% eritrosit tidak mengalami hemolisis karena larutan Nacl
yang digunakan bersifat isotonis, sehingga hal itu digunakan sebagai kontrol
terhadap reaksi menggunakan NaCl dengan konsentrasi lain yang berbeda dan
akuades.
Apabila eritrosit
diberikan NaCl dengan konsentrasi 0,1%, 0,3%, 0,5% eritrosit cenderung
mengalami hemolisis, dikarenakan cairan di luar sel (NaCl 0,1%, 0,3%, 0,5%) berdifusi
ke dalam sel akibat adanya perbedaan potensial air (PA) dimana PA larutan NaCl
lebih tinggi dari pada PA sel darah merah. Jumlah air yang masuk ke dalam
eritrosit semakin bertambah sampai akhirnya melampaui batas kemampuan membran
eritrosit dan menyebabkan membran itu pecah sehingga sitoplasma eritrosit
keluar.
4.
Perbedaan
larutan hipotonis, isotonis & Hipertonis
a.
Larutan Hipotonis
Larutan hipotonis memiliki konsentrasi larutan yang
lebih rendah dibandingkan dengan larutan yang lain. Bahasa mudahnya, suatu
larutan memiliki kadar garam yang lebih rendah dan yang lainnya lebih banyak.
Jika ada larutan hipotonis yang dicampur dengan larutan yang lainnya maka akan
terjadi perpindahan kompartemen larutan dari yang hipotonis ke larutan yang lainnya
sampai mencapai keseimbangan konsentrasi. Contoh larutan hipotonis adalah
setengah normal saline (1/2 NS).
Turunnya titik beku
kecil, yaitu tekanan osmosenya lebih rendah dari serum darah, sehingga
menyebabkna air akan melintasi membrane sel darah merah yang semipermeabel
memperbesar volume sel darah merah dan menyebabkan peningkatan tekanan dalam
sel. Tekanan yang lebih besar menyebabkan pecahnya sel – sel darah merah.
Peristiwa demikian disebut Hemolisa
b.
Larutan Isotonis
Suatu larutan konsentrasinya
sama besar dengan konsentrasi dalam sel darah merah, sehingga tidak terjadi
pertukaran cairan di antara keduanya, maka larutan dikatakan isotonis (
ekuivalen dengan larutan 0,9% NaCl ). Larutan isotonis mempunyai komposisi yang
sama dengan cairan tubuh, dan mempunyai tekanan osmotik yang sama
c.
Larutan Hipertonis
Turun Larutan hipertonis memiliki konsentrasi larutan
yang lebih tinggi dari larutan yang lainnya. Bahasa mudahnya, suatu larutan
mengandung kadar garam yang lebih tinggi dibandingkan dengan larutan yang
lainnya. Jika larutan hipertonis ini dicampurkan dengan larutan lainnya (atau
dipisahkan dengan membran semipermeabel) maka akan terjadi perpindahan cairan
menuju larutan hipertonis sampai terjadi keseimbangan konsentrasi larutan.
Sebagai contoh, larutan dekstrosa 5% dalam normal
saline memiliki sifat hipertonis karena konsentrasi larutan tersebut lebih
tinggi dibandingkan konsentrasi larutan dalam darah pasien. Titik beku besar, yaitu tekanan osmosisnya lebih tinggi dari serum darah,
sehingga menyebabkan air keluar dari sel darah merah melintasi membran
semipermeabel dan mengakibatkan terjadinya penciutan sel-sel darah merah. Peristiwa
demikian disebut Plasmolisa.
Bahan pembantu mengatur tonisitas adalah : NaCl, Glukosa, Sukrosa, KNO3 dan NaNO3.
Bahan pembantu mengatur tonisitas adalah : NaCl, Glukosa, Sukrosa, KNO3 dan NaNO3.
5.
Fungsi Darah
Pada Tubuh Manusia :
1. Alat pengangkut air dan menyebarkannya ke seluruh
tubuh
2. Alat pengangkut oksigen dan menyebarkannya ke seluruh
tubuh
3. Alat pengangkut sari makanan dan menyebarkannya ke
seluruh tubuh
4. Alat pengangkut hasil oksidasi untuk dibuang melalui
alat ekskresi
5. Alat pengangkut getah hormon dari kelenjar buntu
6. Menjaga suhu tubuh
BAB IV
KESIMPULAN
Kesimpulan yang
dapat kita diambil dari praktikum ini didapatkan dari teori dan pengamatan
adalah sebagai berikut :
a.
Struktur sel darah merah pada manusia dan hewan
berbeda, pada manusia sel darah merah tidak memiliki inti sel, sedangkan pada
hewan sel darah merah memiliki inti sel.
b.
Sel-sel darah akan mengembang atau membesar
bebila dimasukkan ke dalam larutan hipotonis dan akan mengkerut bila dimasukkan
kedalam cairan hipertonis. Sedangkan dalam larutan isotonis sel-sel darah tidak
mengalami perubahan apapun.
c.
Kegunaan praktikum kali ini dalam bidang
kefarmasian adalah untuk menentukan larutan yang cocok dan kosentrasi yang
sesuai untuk masuk kedalam peredaran darah manusia, yaitu larutan NaCl 0,9%.
DAFTAR PUSTAKA
http://ms.
Wikipedia. org/wiki/Darah (27-11-2015)
http://garda-pengetahuan .blogspot.com/2012/07/pengertian-dan-fungsi-sel-darah-
merah . html (27-11-2015)
http://yeonmi-love-pharmacy.blogspot.com/2010/11/laporan-anfisman-konsentrasi
darah.html(27-11-2015)
http://katahatimutiara.wordpress.com/2011/05/23/
menentukan-tahanan-osmotik-sel-seldarah-merah/(27-11-2015 )
Guyton and Hall. 2007 . Fisiologi Kedokteran. EGC : Jakarta.
http://reminderme.blogspot.com/2011/08
/toleransi-osmotik-eritrosit.html(27-11-2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar