Senin, 30 November 2015



LAPORAN KELOMPOK PRAKTIKUM
ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA
“KONSENTRASI SEL DARAH MERAH PADA MANUSIA, KATAK DAN IKAN”


KELOMPOK/GELOMBANG : IV/I
KELAS : I C
ANGGOTA :
·         DINA MERLINA (1504015115)
·         CANDRA DWI OKTAVIANI (1504015070)
·         LUH PUTU DARMA PAWITRI (1504015213)
·         ADE RAHMA KARENIA    (1504015003)

DOSEN PEMBIMBING :
SISKA. M.Farm, Apt

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
24 NOVEMBER 2015


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar belakang
Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Hormon-hormon dari sistem endokrin juga diedarkan melalui darah. Darah terdiri atas dua komponen utama yaitu plasma darah yang merupakan bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air, elektrolit dan protein darah, sedangkankan butir darah terdiri atas eritrosit, leukosit dan trombosit.
Komponen penyusun darah ada 2 yaitu bagian yaitu :
1.    Plasma darah, mempunyai fungsi pengangkut gas dan sari makanan disamping itu plasma darah juga mengandung fibrinogen yang berfungsi dalam pembekuan darah.
2.    Sel darah, adalah merupakan 45 % volume darah. Sel darah terdiri atas sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit).
Plasma darah merupakan bagian yang cair dari darah yang mempunyai atau terdiri dari air ( 91-92%), protein 8-9%, substansi lain selain protein seperti garam amonium urea, asam urat kreatinin, kreatin, asam amino, santin, dan hiposantin. Darah beredar dalam pembuluh darah arteri,vena,dan kapiler. Sel darah merah merupakan sel yang paling banyak dibandingkan dengan 2 sel lainnya, dalam keadaan normal mencapai hampir separuh dari volume darah. Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan sel darah merah membawa oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh jaringan tubuh. Oksigen dipakai untuk membentuk energi bagi sel-sel, dengan bahan limbah berupa karbon dioksida, yang akan diangkut oleh sel darah merah dari jaringan dan kembali ke paru-paru.

B.       Tujuan paktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini, yaitu :
1.      Untuk mengetahui bentuk sel eritrosit
2.      Dapat membedakan sel eritrosit manusia dan hewan
3.      Mengetahui larutan yang cocok terhadap tubuh manusia
4.      Mengetahui perbedaan larutan isotonis, hiptonis dan hipertonis



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.      Struktur sel darah merah
1.      Sel darah pada manusia
Eritrosit merupakan bagian utama dari sel-sel darah. Setiap milliliter darah mengandung rata-rata sekitar 5 miliar eritrosit (sel darah merah),yang secara klinis sering dilaporkan dalam hitung sel darah merah sebagai 5 juta per millimeter kubik (mm3). Sel darah merah memiliki struktur yang jauh lebih sederhana dibandingkan kebanyakan sel pada manusia. Pada hakikatnya, sel darah merah merupakan suatu membran yang membungkus larutan hemoglobin (protein ini membentuk sekitar 95% protein intrasel sel darah merah), dan tidak memiliki organel sel, misalnya mitokondria, lisosom atau aparatus Golgi.
Sel darah manusia, seperti sebagian sel darah merah pada hewan, tidak berinti.Namun, sel darah merah tidak inert secara metabolis. Melalui proses glikolisis, sel darah merah membentuk ATP yang berperan penting dalam proses untuk memperthankan bentuknya yang bikonkaf dan juga dalam pengaturan transpor ion (mis. oleh Na+-K+ ATPase dan protein penukar anion serta pengaturan air keluar-masuk sel. Bentuk bikonkaf ini menigkatkan rasio permukaan-terhadap-volume sel darah merah sehingga mempermudah pertukaran gas. Sel darah merah mengandung komponen sitoskeletal yang berperan penting dalam menentukan bentuknya.
2.      Sel darah merah pada katak
Sel darah pada katak mempunyai bentuk eritrosit yang lonjong dengan inti di tengahnya, konsentrasi sel darah lebih encer dan termasuk poikiloterm. Pada katak peredaran darahnya cukup unik. Karena katak mempunyai 3 ruang jantung, yaitu: atrium kiri, atrium kanan, dan ventrikel. Darah vena dari seluruh tubuh mengalir masuk ke sinus venosus dan kemudian mengalir menuju ke atrium kanan. Dari atrium kanan darh darah mengalir ke ventrikel yang kemudian di pompa keluar melalui arteri pulmonalis → raru-paru → vena pulmonalis → atrium kiri.
 Lintasan peredaran darah ini disebut juga peredaran darah paru-paru. Selain peredaran darah paru-paru, katak juga mempunyai sistem peredaran darah sistemik yang peredarannya adalah dimulai dari ventrikel → conus arteriosus → aorta ventralis seluruh tubuh → sinus venosus → atrium kanan.


3.      Sel darah merah pada ikan
Pada ikan eritrositnya berbentuk oval.Ruang jantung terdiri dari 2 ruang yaitu, satu atrium dan ventrikel.Antara atrium dan ventrikel terdapat katup yang berfungsi mengalirkan darah ke satu arah. Darah dari seluruh tubuh mengalir dari sinus venosus dan kemudian masuk ke atrium. Dari atrium darah mengalir ke ventrikel → conus arteriosus → aorta ventralis → insang → ke seluruh tubuh → vena cava → sinus venosus.

B.       Konsentrasi Sel Darah
Sel-sel darah akan membengkak dan pecah bila dimasukkan ke dalam larutan hipotonis dan akan mengkerut bila dimasukkan kedalam cairan hipertonis. Sedangkan dalam larutan isotonis sel-sel darah tidak mengalami perubahan apapun. Pada larutan isotonis NaCl 0,9% darah akan tetap stabil dan bentuk yang sama seperti semula. Karena larutan isotinis memiliki komposisi yang sama dengan cairan tubuh.
Pada larutan hipotonis 0,65% sel darah akan membengkak, yang disebabkan oleh turunnya tekanan osmotik darah yang menyebabkan pecahnya dinding eritrosit. Hal ini menyebabkan masuknya air secara osmosis melalui dinding yang semipermiabel sehingga sel darah membengkak.

C.      Kegunaan Dalam Bidang Kefarmasian
Dalam pembuatan sediaan parenteral harus mempunyai syarat antara lain :
1.      Sesuai antara kandungan bahan obat yang ada di dalam sediaan dengan pernyataan tertulis pada etiket dan tidak terjadi pengurangan kualitas selama penyimpanan akibat perusakan obat secara kimiawi dan lain sebagainya.
2.      Penggunaan wadah yang cocok, sehingga tidak hanya memungkinkan sediaan tetap steril, tetapi juga mencegah terjadinya interaksi antara bahan obat dan material dinding wadah.
3.      Tersatukan tanpa terjadi reaksi
4.      Bebas kuman
5.      Bebas pirogen
6.      Isotonis
7.      Isohidris
8.      Bebas partikel melayang
 Sediaan parenteral volume besar umumnya diberikan lewat infus intravena untuk menambah cairan tubuh, elektrolit, atau untuk memberi nutrisi. Infus intravena adalah sediaan parenteral dengan volume besar yang ditujukan untuk intravena. Pada umumnya cairan infus intravena digunakan untuk pengganti cairan tubuh dan memberikan nutrisi tambahan, untuk mempertahankan fungsi normal tubuh pasien rawat inap yang membutuhkan asupan kalori yang cukup selama masa penyembuhan atau setelah operasi. Selain itu ada pula kegunaan lainnya yakni sebagai pembawa obat-obat lain. Cairan infus intravena dikemas dalam bentuk dosis tunggal, dalam wadah plastik atau gelas, steril, bebas pirogen serta bebas partikel-partikel lain. Oleh karena volumenya yang besar, pengawet tidak pernah digunakan dalam infus intravena untuk menghindari toksisitas yang mungkin disebabkan oleh pengawet itu sendiri. Cairan infus intravena biasanya mengandung zat-zat seperti asam amino, dekstrosa, elektrolit dan vitamin. Walaupun cairan infus intravena yang diinginkan adalah larutan yang isotonis untuk meminimalisasi trauma pada pembuluh darah, namun cairan hipotonis maupun hipertonis dapat digunakan.

























BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
A.    Waktu dan Tempat
Praktikum dilakukan di laboratorium Anatomi dan Fisiologi Manusia gedung Fakultas Farmasi dan Sains Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, pada tanggal 24 November 2015 pukul 08.00-10.30 wib.

B.     Alat dan bahan Praktikum
1.      Sampel
a.       Darah Manusia
b.      Darah Katak
c.       Darah Ikan
2.      Alat
a.       Lancet
b.      Kapas
c.       Objek glass
d.      Deglass
e.       Cuter
f.       Miskroskop
3.      Bahan
a.       Larutan NaCl 0,1%
b.      Larutan NaCl 0,65%
c.       Larutan NaCl 0,9%
d.      Larutan NaCl 2%
e.       Alkohol 70%

C.    Prosedur Praktikum
1.      Siapkan alat yang akan digunakan
2.      Siapkan sukarelawan yang akan diambil darahnya
3.      Sterilkan jari yang telah diberi alkohol 70%
4.      Tusukkan jari menggunakan lancet hingga mengeluarkan darah
5.      Pada katak bedah bagian paha katak hingga mengeluarkan darah
6.      Pada ikan bedah bagian insang ikan mas hingga mengeluarkan darah
7.      Teteskan darah manusia, katak dan ikan pada 4 objek glass berbeda lalu masing-masing tetesi dengan larutan NaCl dengan konsentrasi 0,1%; 0,65%; 0,9%; 2%.
8.      Tutup objek glass dengan deglass
9.      Masing-masing objek di amati dibawah mikroskop
10.  Lakukan hal yang sama untuk darah katak dan ikan
11.  Amati bentuknya dan catat hasilnya.



























BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.      Hasil
No
Sel Darah
NaCl 0,1%
NaCl 0,65%
NaCl 0,9%
NaCl 2%
1.
Manusia






Lisis
Hampir Lisis
Bikonkaf
Mengkerut
2.
Katak
Lisis
Lonjong-lisis
Lonjong
Mengkerut
3.
Ikan
Lisis
Lonjong-lisis
Bulat Oval
Mengkerut

B.       Pembahasan
Dari tabel diatas kita dapat mengetahui perbedaan struktur sel darah manusia, katak dan ikan antara lain adalah :
1.      Sel darah merah manusia
Sel darah merah manusia merupakan sel yang paling banyak dibandingkan dengan 2 sel lainnya, dalam keadaan normal mencapai hampir separuh dari volume darah. Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan sel darah merah membawa oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh jaringan tubuh.
Oksigen dipakai untuk membentuk energi bagi sel-sel, dengan bahan limbah berupa karbon dioksida, yang akan diangkut oleh sel darah merah dari jaringan dan kembali ke paru-paru. Eritrosit pada manusia berbentuk lempeng bikonkaf, yang merupakan sel gepeng berbentuk piringan yang dibagian tengah dikedua sisinya mencekung, seperti sebuah donat dengan bagian tengah mengepeng bukan berlubang dengan diameter 8 μm, tepi luar tebalnya 2 μm dan bagian tengah 1 μm. Sel darah merah berbentuk bikonkaf agar mempunyai luas permukaan yang lebih besar, sehingga sel tersebut lebih mudah dalam melakukan transportasi antar sel.
Warna eritrosit kekuning-kuningan dan dapat berwarna merah karena dalam sitoplasmanya terdapat pigmen warna merah berupa hemoglobin. seperti sel-sel lain sel darah manusia mempunyai inti namun dalam perkembangannya pada sumsum tulang , sel terisi oleh hemoglobin dan inti sel menyusut dan kemudian lenyap. Akibatnya, sel darah merah dewasa, tidak mempunyai inti sel. Sel-sel darah merah dapat hidup sampai 120 hari.

2.      Sel darah merah katak dan ikan
Sel darah pada katak mempunyai bentuk eritrosit yang lonjong dengan inti di tengahnya, konsentrasi sel darah lebih encer dan termasuk poikiloterm. Pada katak peredaran darahnya cukup unik. Karena katak mempunyai 3 ruang jantung, yaitu: atrium kiri, atrium kanan, dan ventrikel. Darah vena dari seluruh tubuh mengalir masuk ke sinus venosus dan kemudian mengalir menuju ke atrium kanan. Dari atrium kanan darah mengalir ke ventrikel yang kemudian di pompa keluar melalui arteri pulmonalis → raru-paru → vena pulmonalis → atrium kiri.
Lintasan peredaran darah ini disebut juga peredaran darah paru-paru. Selain peredaran darah paru-paru, katak juga mempunyai sistem peredaran darah sistemik yang peredarannya adalah dimulai dari ventrikel → conus arteriosus → aorta ventralis seluruh tubuh → sinus venosus → atrium kanan.
Pada ikan ruang jantung terdiri dari 2 ruang yaitu, satu atrium dan ventrikel. Antara atrium dan ventrikel terdapat katup yang berfungsi mengalirkan darah ke satu arah. Darah dari seluruh tubuh mengalir dari sinus venosus dan kemudian masuk ke atrium. Dari atrium darah mengalir ke ventrikel → conus arteriosus → aorta ventralis → insang → ke seluruh tubuh → vena cava → sinus venosus.


3.      Konsentrasi Sel Darah
Sel-sel darah akan membengkak dan pecah bila dimasukkan ke dalam larutan hipotonis dan akan mengkerut bila dimasukkan kedalam cairan hipertonis. Sedangkan dalam larutan isotonis sel-sel darah tidak mengalami perubahan apapun. Pada larutan isotonis NaCl 0,9%, darah akan tetap stabil dan bentuk yang sama seperti biasa karna larutan isotonis mempunyai komposisi yang sama dengan cairan tubuh. Pada larutan hipotonis 0,65%, sel darah akan membengkak, yang di sebabkan oleh turunnya tekanan osmotik plasma darah yang menyebabkan pecahnya dinding eritrosit, hal ini mnyebabkan amsuknya air secara osmosis melalui dinding yang semipermiabel sehingga sel darah membengkak.
Pada larutan hipertonis 0,85%, sel darah akan mengkerut. Kerutan yang terjadi pada darah ini dikarenakan NaCl dengan konsentrasi 1, 2 tergolong pekat. Tergolong pekat jika dibanding dengan cairan isi sel darah merah, sehingga menyebabkan air yang ada didalam sel darah merah akan banyak keluar dan akibatnya sel darah merah akan mengkerut. Pada konsentrasi 1 % sel darah katak (eritrositnya) memang benar-benar sudah mengkerut dan sudah nampak agak mengecil, demiian juga halnya dengan eritrosit ikan. Pada manusia darah pada dengan diberi larutan NaCl dalam konsntrasi ini juga mengalami pengkerutan atau krenasi. Pada konsentrasi 0, 9% sel darah merah pada objek yang diamati secara umum normal, bentuknya bikonkaf.
Pada vertebrata eritrositnya ada yang berinti dan berbentuk ellipsoid. Darah manusia dan darah hewan lain terdiri atas suatu komponen cair, yaitu plasma, dan berbagai bentuk unsur yang dibawa dalam plasma, antara lain sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keping-keping darah. Plasma terdiri atas 90% air, 7 sampai 8% protein yang dapat larut, 1% elektrolit dan sisanya 1-2% berbagai zat makanan dan mineral yang lain. Darah dapat mengalami lisis yang merupakan istilah umum untuk untuk peristiwa menggelembung dan pecahnya sel akibat masuknya sel kedalam air. Lisis pada eritrosit disebut hemolisis, yang berarti peristiwa pecahnya eritrosit akibat masuknya air kedalam eritrosit sehingga hemoglobin keluar dari dalam eritrosit menuju ke cairan sekelilingnya.
Membrane eritrosit bersifat permeable selektif yang berarti dapat ditembus oleh air dan zat-zat tertentu, tetapi tidak dapat ditembus oleh zat-zat tertentu yang lain
Kerusakan membran eritrosit dapat disebabkan oleh antara lain penambahan larutan hipotonis, hipertonis kedalam darah, penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat/unsur kimia tertentu, pemanasan dan pendinginan, rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah dll. Apabila medium di sekitar eritrosit menjadi hipotonis (karena penambahan larutan NaCl hipotonis) medium tersebut (plasma dan lrt. NaCl) akan masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang bersifat semipermiabel dan menyebabkan sel eritrosit menggembung. Bila membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel akan pecah, akibatnya hemoglobin akan bebas ke dalam medium sekelilingnya. Sebaliknya bila eritrosit berada pada medium yang hipertonis, maka cairan eritrosit akan keluar menuju ke medium luar eritrosit (plasma), akibatnya eritrosit akan keriput (krenasi). Keriput ini dapat dikembalikan dengan cara menambahkan cairan isotonis ke dalam medium luar eritrosit (plasma).
Berdasarkan penelitian isi sel eritrosit hewan homoitherm isotonis terhadap larutan 0,9% NaCl, oleh karena itu hemolisis akan terjadi apabila eritrosit hewan Homoitherm dimasukkan kedalam larutan NaCl dengan konsentrasi dibawah 0,9%. Namun, perlu diketahui bahwa membrane eritrosit memiliki toleransi osmotic, artinya sampai batas konsentrasi medium tertentu sel belum mengalami lisis. Kadang-kadang pada suatu konsentrasi larutan tertentu tidak semua eritrosit mengalami hemolisis. Hal ini menunjukkan bahwa toleransi osmotis membrane eritrosit berbeda-beda. Pada eritrosit tua membrane selnya memiliki toleransi rendah (mudah pecah) sedangkan membrane eritrosit muda memiliki toleransi osmotik, osmotic yang lebih besar (tidak mudah pecah).
Pada dasarnya eritrosit sudah mengalami hemolisis sempurna pada air suling. Hasil hemolisis sempurna eritrosit pada air suling biasa dianggap larutan standard untuk menentukan tingkat kerapuhan eritrosit. Hemolisis seperti yang dijelaskan diatas disebut hemolisis osmotic, yaitu hemolisis yang disebabkan oleh perbedaan tekanan osmotic isi sel dengan mediumnya (cairan disekitarnya). Hemolisis yang lain adalah hemolisis kimiawi, dimana membrane eritrosit rusak akibat substansi kimia. Zat-zat yang dapat merusak membrane eritrosit (termasuk membrane sel yang lain) antara lain adalah: kloroform, asseton, alcohol, benzene dan eter.
Peristiwa sebaliknya ialah krenasi, yang dapat terjadi apabila eritrosit dimasukkan ke dalam medium yang hipertonis terhadap isi eritrosit. Misalnya, untuk eritrosit hewan homoitherm adalah larutan NaCl yang lebih pekat dari 0,9% sedangkan untuk eritrosit hewan poikilotherm adalah larutan NaCl yang lebih pekat dari 0,7%. Apabila eritrosit mengalami hemolisis maka hemoglobin akan larut dalam mediumnya. Akibat dari terlarutnya hemoglobin tersebut medium akan berwarna merah. Makin banyak eritrosit yang mengalami hemolisis, maka makin merah warna mediumnya. Dengan membandingkan warna mediumnya. Dengan membandingkan warna mediumnya dengan larutan standar (eritrosit dalam air suling) maka dapat ditentukan tingkat kerapuhan membrane eritrosit (tingkat toleransi osmotic membran).
Osmosis memainkan peranan yang sangat penting pada tubuh makhluk hidup, misalnya, pada membran sel darah merah saat mengalami peristiwa hemolisis dan krenasi. Kerusakan membran eritrosit dapat disebabkan oleh antara lain penambahan larutan hipotonis atau hipertonis ke dalam darah, penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat atau unsur kimia tertentu, pemanasan atau pendinginan, serta rapuh karena umur eritrosit dalam sirkulasi darah telah tua. Apabila medium di sekitar eritrosit menjadi hipotonis (karena penambahan larutan NaCl hipotonis), medium tersebut (plasma dan larutan) akan masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang bersifat semipermiabel dan menyebabkan sel eritrosit menggembung. Bila membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel akan pecah.
Lisis merupakan istilah umum untuk peristiwa menggelembung dan pecahnya sel akibat masuknya air ke dalam sel. Lisis pada eritrosit disebut hemolisis, yang berarti peristiwa pecahnya eritrosit akibat masuknya air ke dalam eritrosit sehingga hemoglobin keluar dari dalam eritrosit menuju ke cairan sekelilingnya. Membran eritrosit bersifat permeabel selektif, yang berarti dapat ditembus oleh air dan zat-zat tertentu, tetapi tidak dapat ditembus oleh zat-zat tertentu yang lain. Hemolisis ini akan terjadi apabila eritrosit dimasukkan ke dalam medium yang hipotonis terhadap isi sel eritrosit. Namun perlu diketahui bahwa membran eritrosit (termasuk membran sel yang lain) memiliki toleransi osmotik, artinya sampai batas konsentrasi medium tertentu sel belum mengalami lisis.
Kadang-kadang pada suatu konsentrasi larutan NaCl tertentu tidak semua eritrosit mengalami hemolisis. Hal ini menunjukkan bahwa toleransi osmotis membran eritrosit berbeda-beda. Pada eritrosit tua membran selnya memiliki toleransi rendah (mudah pecah), sedangkan membran eritrosit muda memiliki toleransi osmotik yang lebih besar (tidak mudah pecah). Pada dasarnya semua eritrosit sudah mengalami hemolisis sempurna pada air suling. Hasil hemolisis sempurna eritrosit dalam air suling biasa dianggap sebagai larutan standar untuk menentukan tingkat kerapuhan eritrosit.
Hemolisis yang disebabkan oleh perbedaan tekanan osmotic isi sel dengan mediumnya (cairan di sekitarnya) disebut hemolisis osmotik. Hemolisis yang lain adalah hemolisis kimiawi dimana medium eritrosit rusak akibat subtansi kimia. Zat-zat yang dapat merusak membran eritrosit (termasuk membran sel yang lain) antara lain kloroform, aseton, alcohol, benzena, dan eter. Peristiwa sebaliknya dari hemolisis adalah krenasi, yaitu peristiwa mengkerutnya membran sel akibat keluarnya air dari dalam eritrosit. Krenasi dapat terjadi apabila eritrosit dimasukkan ke dalam medium yang hipertonis terhadap isi eritrosit, misalnya untuk eritrosit hewan homoioterm adalah larutan NaCl yang lebih pekat dari 0,9 % NaCl, sedangkan untuk eritrosit hewan poikiloterm adalah larutan NaCl yang lebih pekat dari 0,7 %.
Pada pengamatan toleransi osmotik eritrosit digunakan larutan NaCl yang berbeda konsentrasi yaitu 0,1%, 0,3%, 0,5%, 0,7%, 0,9%, 1%, 2%, 3% dan aquades. Pengamatan toleransi osmotik eritrosit dilakukan untuk mengetahui reaksi eritrosit setelah ditambah larutan NaCl dengan konsentrasi tertentu dan akuades sehingga dapat diamati adanya eritrosit yang mengalami hemolisis atau krenasi. Pada konsentrasi NaCl 0,7% eritrosit tidak mengalami hemolisis karena larutan Nacl yang digunakan bersifat isotonis, sehingga hal itu digunakan sebagai kontrol terhadap reaksi menggunakan NaCl dengan konsentrasi lain yang berbeda dan akuades.
Apabila eritrosit diberikan NaCl dengan konsentrasi 0,1%, 0,3%, 0,5% eritrosit cenderung mengalami hemolisis, dikarenakan cairan di luar sel (NaCl 0,1%, 0,3%, 0,5%) berdifusi ke dalam sel akibat adanya perbedaan potensial air (PA) dimana PA larutan NaCl lebih tinggi dari pada PA sel darah merah. Jumlah air yang masuk ke dalam eritrosit semakin bertambah sampai akhirnya melampaui batas kemampuan membran eritrosit dan menyebabkan membran itu pecah sehingga sitoplasma eritrosit keluar.
4.      Perbedaan larutan hipotonis, isotonis & Hipertonis
a.        Larutan Hipotonis
Larutan hipotonis memiliki konsentrasi larutan yang lebih rendah dibandingkan dengan larutan yang lain. Bahasa mudahnya, suatu larutan memiliki kadar garam yang lebih rendah dan yang lainnya lebih banyak. Jika ada larutan hipotonis yang dicampur dengan larutan yang lainnya maka akan terjadi perpindahan kompartemen larutan dari yang hipotonis ke larutan yang lainnya sampai mencapai keseimbangan konsentrasi. Contoh larutan hipotonis adalah setengah normal saline (1/2 NS).
Turunnya titik beku kecil, yaitu tekanan osmosenya lebih rendah dari serum darah, sehingga menyebabkna air akan melintasi membrane sel darah merah yang semipermeabel memperbesar volume sel darah merah dan menyebabkan peningkatan tekanan dalam sel. Tekanan yang lebih besar menyebabkan pecahnya sel – sel darah merah. Peristiwa demikian disebut Hemolisa
b.      Larutan Isotonis
Suatu larutan konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi dalam sel darah merah, sehingga tidak terjadi pertukaran cairan di antara keduanya, maka larutan dikatakan isotonis ( ekuivalen dengan larutan 0,9% NaCl ). Larutan isotonis mempunyai komposisi yang sama dengan cairan tubuh, dan mempunyai tekanan osmotik yang sama
c.       Larutan Hipertonis
Turun Larutan hipertonis memiliki konsentrasi larutan yang lebih tinggi dari larutan yang lainnya. Bahasa mudahnya, suatu larutan mengandung kadar garam yang lebih tinggi dibandingkan dengan larutan yang lainnya. Jika larutan hipertonis ini dicampurkan dengan larutan lainnya (atau dipisahkan dengan membran semipermeabel) maka akan terjadi perpindahan cairan menuju larutan hipertonis sampai terjadi keseimbangan konsentrasi larutan.
Sebagai contoh, larutan dekstrosa 5% dalam normal saline memiliki sifat hipertonis karena konsentrasi larutan tersebut lebih tinggi dibandingkan konsentrasi larutan dalam darah pasien. Titik beku besar, yaitu tekanan osmosisnya lebih tinggi dari serum darah, sehingga menyebabkan air keluar dari sel darah merah melintasi membran semipermeabel dan mengakibatkan terjadinya penciutan sel-sel darah merah. Peristiwa demikian disebut  Plasmolisa.
Bahan pembantu mengatur tonisitas adalah : NaCl, Glukosa, Sukrosa, KNO3 dan NaNO3.






5.      Fungsi Darah
Pada Tubuh Manusia :
1.      Alat pengangkut air dan menyebarkannya ke seluruh tubuh
2.      Alat pengangkut oksigen dan menyebarkannya ke seluruh tubuh
3.      Alat pengangkut sari makanan dan menyebarkannya ke seluruh tubuh
4.      Alat pengangkut hasil oksidasi untuk dibuang melalui alat ekskresi
5.      Alat pengangkut getah hormon dari kelenjar buntu
6.      Menjaga suhu tubuh



























BAB IV
KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat kita diambil dari praktikum ini didapatkan dari teori dan pengamatan adalah sebagai berikut :
a.         Struktur sel darah merah pada manusia dan hewan berbeda, pada manusia sel darah merah tidak memiliki inti sel, sedangkan pada hewan sel darah merah memiliki inti sel.
b.        Sel-sel darah akan mengembang atau membesar bebila dimasukkan ke dalam larutan hipotonis dan akan mengkerut bila dimasukkan kedalam cairan hipertonis. Sedangkan dalam larutan isotonis sel-sel darah tidak mengalami perubahan apapun.
c.         Kegunaan praktikum kali ini dalam bidang kefarmasian adalah untuk menentukan larutan yang cocok dan kosentrasi yang sesuai untuk masuk kedalam peredaran darah manusia, yaitu larutan NaCl 0,9%.





















DAFTAR PUSTAKA
http://ms. Wikipedia. org/wiki/Darah (27-11-2015)
http://garda-pengetahuan .blogspot.com/2012/07/pengertian-dan-fungsi-sel-darah-
merah . html (27-11-2015)
http://katahatimutiara.wordpress.com/2011/05/23/ menentukan-tahanan-osmotik-sel-seldarah-merah/(27-11-2015 )
Guyton and Hall. 2007 . Fisiologi Kedokteran. EGC : Jakarta.
http://reminderme.blogspot.com/2011/08 /toleransi-osmotik-eritrosit.html(27-11-2015)